PRAKTIKUM
V
PEMBUATAN PREPARAT APUS SEL DARAH
Disusun Oleh :
Nama : Asia Astuti
Nim
: 12222013
Asisten
TRI BINTANG PAMUNGKAS
Dosen pengampu / pembimbing
FITRATUL AINI, M.Si
LABORATORIUM BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Histologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang jaringan tubuh dan cara jaringan ini menyusun organ-organ. Jaringan
kebanyakan merupakan jaringan filamen dan serat yang saling terjalin, baik
selular maupun non selular dengan lapisan membranosa. Histologi mencakup semua
aspek biologi jaringan, yang berfokus pada mekanisme susunan dan struktur sel
dalam mengoptimalkan fungsi yang spesifik untuk setiap organ (Anthony L, 2012).
Jaringan dibentuk oleh dua komponen yang
saling berinteraksi yaitu, sel dan matriks ekstrasel. Matriks ekstrasel terdiri
atas banyak jenis molekul, dan kebanyakan diantaranya sangat rumit dan
membentuk struktur kompleks seperti serabut kolagen dan membran basal. Fungsi
utama yang dulu dikatakan sebagai fungsi matriks ekstrasel adalah sebagai
penunjang mekanis bagi sel-sel, mengangkut nutrien ke sel-sel, dan membawa
katabolit dan produk sekresi. Kita kini mengetahiu bahwa, meskipun menghasilkan
matriks ekstrasel, sel tersebut dipengaruhi dan terkadang diatur oleh
molekul-molekul matriks. Jadi, terdapat semacam interaksi intensif antara
sel-sel dan matriks, dengan sejumlah komponen matriks yang dikenali dan
tertambat pada reseptor-reseptor di permukaan sel (Victor p, 2003).
Setiap jaringan fundamental dibentuk
oleh beberapa jenis sel dan secara khas dibentuk oleh asosiasi sel dan matriks
ekstrasel yang spesifik. Asosiasi yang khas ini mempermudah pengenalan sejumlah
besar subtipe jaringan oleh mahasiswa. Kebanyakan organ dibentuk oleh kombinasi.
Kombinasi yang tepat dari jaringan-jaringan tersebut memungkinkan berfungsinya
setiap organ dan organisme secara keseluruhan. Ukuran sel dan matriksnya yang
kecil menyebabkan histologi bergantung pada penggunaan mikroskop, sehingga kita
bisa membuat sendiri preparat jaringan tentang apus sel darah manusia (Anthony L, 2012).
1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya praktikum pembuatan
preparat apus sel darah adalah :
1.
Mampu
membuat preparat apus darah dengan metode apus dan pewarnaan metode Romanowski.
2.
Mampu
menganalisis hasil pembuatan preparat apus darah dengan metode apus dan
pewarnaan metode Romanowski.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Darah adalah suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma
yang dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada
dasarnya darah terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang
berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah manusia bisa dijadikan suatu
preparat untuk diamati, prosedur yang paling sering dilakukan dalam pembuatan
preparat atau jaringan sediaan histology atau irisan jaringan yang dapat
dipelajari dengan bantuan mikroskop cahaya. Di bawah mikroskop cahaya, jaringan
diamati melalui berkas cahaya yang menembus jaringan. Karena jaringan dan organ
biasanya terlalu tebal untuk ditembus cahaya, jaringan tersebut harus diiris
menjadi lembaran-lembaran tipis yang translusendan kemudian diletakkan diatas
kaca objek sebelum jaringan tersebut diperiksa (Anthony L, 2012).
Sediaan jaringan mikroskop yang ideal harus dibuat
sedemikian rupa sehingga jaringan pada sediaan tersebut tetap memiliki struktur
dan komposisi molekul yang sama seperti di tubuh. Namun pada prakteknya hal ini
jarang dapat dilakukan dan hampir selalu terdapat artefak, distorsi, dan
hilangnya komponen-komponen akibat proses persiapannya. Prosedur atau
tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan sediaan atau preparat jaringan,
yaitu :
1.
Fiksasi
Jika sediaan yang permanen dikehendaki, jaringan harus
difiksasi. Untuk menghindari penceraan jaringan oleh enzim di dalam sel
(autolisis) atau oleh bakteri dan untuk mempertahankan struktur dan komponen
molekul, potongan organ harus segera diolah dengan tepat, sebelum atau secepat
mungkin setelah organ atau darah yang di ambil dari manusia dan hewan.
Pengolahan fiksasi ini dapat dilakukan secara kimiawi. Pada fiksasi kimiawi,
jaringan biasanya direndam dalam larutan yang menstabilkan atau dalam bahan
pengikat yang disebut bahan fiksasi. Karena bahan fiksasi memerlukan waktu
untuk meresap menjadi fragmen kecil sebelum difiksasi untuk mempermudah
penetrasi bahan fiksasi dan untuk menjamin pengawetan jaringan. Penyuntikan
intravaskular bahan fiksasi dapat dilakukan. Dalam hal ini, bahan fiksasi
sampai dijaringan secara cepat melali pembuluh darah sehingga fiksasi semakin
baik (Anthony L, 2012).
Salah satu bahan fiksasi terbaik untuk pemeriksaan
mikroskop cahaya rutin adalah larutan dapar isotonik dari formaldehid 37%.
Proses kimiawi yang terlibat dalam fiksasi tersebut sangat rumit dan tidak
selalu dimengerti dengan baik. Formaldehida dan glutaraldehida, yaitu bahan
fiksasi lain yang banyak dipakai, diketahui bereaksi dengan gugus amina (NH2)
protein jaringan. Pada glutaraldehida,
kerja fiksasinya diperkuat karena zat ini merupakan dialdehida yang dapat
membentuk ikatan silang antar protein (Anthony L, 2012).
Mengingat tingginya resolusi yang dihasilkan oleh
mikroskop elektron diperlukan lebih banyak perhatian dalam proses fiksasi untuk
mempertahankan rincian struktur ultranya. Untuk itu, prosedur fiksasi ganda
dengan menggunakan larutan dapar glutaraldehid, yang diikuti fiksasi kedua
dengan dapar osmium tetroksida, menjadi prosedur baku persiapan pengkajian struktur
yang halus, efek osmium tetroksida adalah mempertahankan dan memulas lipid dan
protein (Wildan, 1996).
2.
Pemendaman dan Pemotongan
Jaringan umum nya dipendam dalam medium padat untuk
memudahkan pemotongan. Untuk memperoleh sediaan yang tipis dengan mikrotom,
jaringan harus diinfiltrasi sesudah fiksasi dengan substansi pemendaman yang
memberi sifat padat pada jaringan. Bahan pemendaman meliputi parafin, dan damar
plastik. Parafin digunakan secara rutin untuk mikroskop cahaya, damar digunakan
baik untuk mikroskop cahaya maupun elektron. Proses pemendaman parafin, atau
impregnasi jaringan, biasanya didahului oleh dua tahap utama yaitu, pengeringan
dan penjernihan. Air mula-mula dihilangkan dari potongan jaringan yang ingin
dipendam dengan cara merendamnya berturut-turut secara bertahap dalam larutan
etanol dan air, biasanya dari etanol 70% sampai 100% (pengeringan). Etanol
kemudian digantikan dengan larutan yang dapat bercampur dengan alkohol dan
media pemendaman. Sewaktu jaringan diinfiltrasi oleh pelarut, jaringan biasanya
menjadi jernih (transparan). Setelah jaringan tersebut dipenuhi (terimpregnasi)
dengan larutan, jaringan dimasukkan dalam parapin cair di dalam oven, pada suhu
52-60
. Panas akan
menguapkan pelarut dalam jaringan dan celah jaringan yang ditinggalkan akan
diisi dengan parafin. Setelah dikeluarkan dari oven, potongan jaringan dengan
parafin didalamnya akan menjadi keras. Jaringan yang akan dipendam dalam damar
plastik juga menjadi kering dalam etanol dan bergantung pada jenis damar yang dipakai
dan kemudian diinfiltrasi dengan larutan plastik (Anthony L, 2012).
Cara lain untuk menyediakan sediaan jaringan adalah
pemaparan jaringan dengan pembekuan cepat. Pada proses ini, jaringan difiksasi
melalui pembekuan dan sekaligus menjadi keras dan siap untuk dipotong.
Pembekuan jaringan juga efektif untuk studi histokimiawi enzim yang sangat
sensitif atau molekul kecil, karena pembekuan tidak seperti fiksasi dan tidak
menginaktifkan sebagian besar enzim (Victor p, 2003).
3.
Pemulasan
Agar dapat di lihat dibawah mikroskop, sediaan harus di
pulas atau diwarnai karena kebanyakan jaringan tidak berwarna. Oleh sebab itu
sejumlah metode pemulasan jaringan telah dirancang agar berbagai unsur jaringan
jelas terlihat dan dapat dibedakan satu dengan yang lain. Pewarna memulas
berbagai unsur jaringan kurang lebih secara selektif. Kebanyakan pewarna ini
bersifat sebagai senyawa asam atau basa dan cenderung membantuk ikatan
elektrostatik (garam) dengan radikal yang dapat terionisasi di jaringan.
Komponen jaringan dengan muatan negatif (anionik) lebih mudah dipulas dengan
pewarna basa dan disebut basofilik, komponen kationik, seperti protein dengan
banyak gugus amino yang terionisasi, memiliki afinitas untuk pewarna asam dan
disebut asidofilik (Victor p, 2003).
Dari semua pewarna, kombinasi hematoksilin dan eosin (H
& E) paling banyak dipakai. Hematoksilin memulas DNA inti sel dan struktur
asam lainnya di sel menjadi biru. Sebaliknya, eosin memulas sitoplasma dan
kolagen menjadi merah muda. Banyak pewarna lain, seperti trikrom, dipakai pada
prosedur histology lainnya (Anthony L, 2012).
Pada banyak prosedur, struktur tertentu seperti inti sel
menjadi terlabel, tetapi bagian sel lain sering tidak nampak. Dalam hal ini
pulasan balik digunakan untuk memberikan informasi tambahan, pemulasan balik
biasanya adalah pewarna tunggal yang diberikan pada suatu sediaan dengan metode
lain untuk mempermudah pengenalan inti atau struktur lain (Victor p, 2003).
Lama keseluruhan prosedur mulai dari saat fiksasi sampai
pengamatan jaringan dibawah mikroskop cahaya dapat memerlukan waktu yang cukup
lama bergantung pada pembuatan jaringan tersebut. Kemudian sediaan yang telah
dibuat diletakkan pada kaca objek dengan media prekat (Anthony L, 2012).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu
pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari Senin, 03 Juni 2013, pukul10.30 WIB. Tempat pelaksanaan
praktikum di laboratorium biologi MIPA Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden
Fatah Palembang.
3.2 Alat dan bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan preparat apus sel darah, yaitu :
1.
Mikroskop
2.
Obyek glass
3.
Cover glass
4.
Blood lancet
5.
Giemsa fluka
6.
Etanol
7.
Methanol
8.
Darah (manusia atau mencit)
3.3 Cara kerja
Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum pembuatan preparat apus sel
darah adalah :
1.
Ambil setetes darah (manusia, katak, mencit) dan
diteteskan pada obyek glass.
2.
Ditipiskan darah dengan menggunakan tepi obyek glass dan
ditunggu sampai kering.
3.
Hapusan yang sudah kering ditetesi dengan methanol (obyek
glass dimiringkan) hingga merata dan ditunggu hingga kering
1 jam.
4.
Pembuatan pewarna sel dengan cara mencampurkan giemsa
fluka dan buffer giemsa / etanol (1:9).
5.
Diteteskan pewarna giemsa pada apusan dan ditunggu selama
15-30 menit (hingga warna berubah menjadi ungu).
6.
Kemudian dibilas dengan air mengalir hingga tidak ada
pewarna giemsa yang tersisa dan dikeringkan.
7.
Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran lemah
kemudian dengan perbesaran kuat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dalam
melakukan praktikum pembuatan preparat apus sel darah manusia adalah :
4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah
dilaksanakan, tentang pembuatan preparat apus sel darah, bahwa darah adalah
suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap sebagai jaringan
pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya darah terdiri atas unsur-unsur
sel dan substansi interseluler yang berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Didalam
darah terdapat eritrosit dan leukosit.
Dalam pembuatan preparat ini,
pengambilan darah harus diperhatikan dengan hati-hati agar pada saat pembuatan
dapat mudah dilakukan, dan juga agar dapat membuat dengan hasil yang bagus saat
dilihat dengan mikroskop. Preparat yang dihasilkan tidak begitu sama dengan
hasil aslinya karena dalam pembuatan mungkin terdapat kesalahan seperti
preparatnya masih basa atau belum kering. Tetapi setelah dilihat dengan
mikroskop dengan perbesaran yang sesuai, preparat terlihat jelas dan bagus, dan
terlihat bagian-bagian darahnya seperti yang terlihat adanya eritrosit dan
leukosit didalam preparat yang telah kami buat.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Darah adalah suatu suspensi sel
dan fragmen sitoplasma yang dapat dianggap sebagai jaringan pengikat. Pembuatan
preparat apus sel darah dengan suatu metode yang disebut metode oles (metode
smear) yang merupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat selaput
(film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan diatas gelas benda
yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan ditutup
dengan gelas penutup dan diwarnai dengan HE (hemotoksin dan eosin) dan juga
digunakan methanol dan pewarna giemsa fluka dan buffer giemsa / etanol. Hasil
yang telah jadi di lihat dengan menggunakan miksroskop dengan perbesaran yang
sesuai, dan hasilnya pun berhasil bahkan hampir sama dengan preparat yang
aslinya.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum, praktikan
harus lebih berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam praktikum pembuatan
preparat apus sel darah, dan juga harus berhati-hati dalam menggunakan alat dan
bahannya agar hasil yang didapat bagus dan memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Eroschenko, Victor P, 2003. Atlas Histologi. Edisi 9. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC
Mescher, Anthony L, 2012. Histologi Dasar JUNQUIERA. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC
Yatim, Wildan, 1996. HISTOLOGI
DASAR. Bandung. Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar